
Apakah Anda pernah bertanya-tanya, kenapa harga iPhone mahal tapi ko masih ada yang beli? Bahkan rela antre panjang demi bisa dapat iPhone seri terbaru. Strategi Marketing iPhone emang beda.
Kita tahu baru-baru ini, Apple merilis iPhone seri terbaru yaitu iPhone 11 yang harganya mulai dari 9jutaan sampai 15jutaan lebih.
Lalu dengan harga yang relatif mahal tersebut, apakah pembelinya sepi?
Jawabannya tentu TIDAK!!!
Bahkan sebelum rilis resminya, calon pembeli atau saya sebut apple fans sudah menyerbu lewat pre-order, WAW...!!!
Bukan hal baru sebenarnya jika di setiap perilisan iPhone terbaru selalu diserbu pembeli.
Tapi, ada apa dan kenapa bisa sampai se-antusias itu?
Sebenarnya sudah banyak yang membahas mengenai strategi bisnis Apple ini baik yang berupa artikel maupun video youtube.

Dan dari beberapa sumber tersebut, ada hal-hal yang menjadi kunci utama yang saya bisa tangkap maksudnya.
Oleh karena itu, kali ini saya ingin sharing tentang bagaimana strategi Apple bisa tetap berdiri kokoh ditengah munculnya banyak kompetitor. Hal ini saya rangkum berdasarkan beberapa sumber bacaan yang saya dapatkan ya, jadi mungkin nanti ditengah jalan Anda punya persepsi lain, silahkan sampaikan kepada saya, oke? 🙂
Langsung mulai saja ya, poin pertamanya adalah:
Ini adalah kunci pamungkas yang membuat Apple bisa bertahan bahkan menjadi market leader di dunia per-gadget-an.
Dalam lingkup smartphone saja, kita tahu setiap tahunnya iPhone baru selalu dirilis oleh Apple. Bahkan dalam 1 series saja muncul beberapa model lain. Seperti Iphone 11 yang memiliki 3 model yang diberi nama iPhone 11, iPhone 11 Pro, dan iPhone 11 Pro Max.
Dan dari ketiga model tersebut, tentu ada perbedaan fitur yang membuat harganya juga menjadi berbeda.
Itulah inovasi. Bukan hanya iPhone series X ke iPhone 11 saja yang dibuat berbeda namun dalam 1 series saja ada perbedaan.
Itu baru inovasi untuk smartphone merek Apple ya. Belum lagi untuk laptop, lalu munculnya ipad dan ipod lalu smartwatch dan yang sekarang sedang booming adalah Airpods, hmm sesuai dengan slogan mereka sih ya.
"Never stop innovating. Think and make different."
Pernah lihat ga, ada kulkas atau AC yang mereknya berlogo apel gigit alias Apple?
~ Logo asli ya bukan logo tempelan yang beli dipinggir jalan 😀
Ga ada?
Iya, karena Apple sangat fokus pada niche market-nya di bidang komputer, gadget dan atau entertain.
Tidak seperti kompetitornya yakni Samsung yang membidik pasar lebih luas seperti peralatan elektronik.
Kalau begitu revenuenya lebih banyak Samsung dong?
Siapa bilang 😀
Apple bahkan menguasai penjualan smartphone di seluruh dunia dan meraih revenue share terbesar mencapai 51 persen. Sedangkan Samsung hanya meraih 15,7 persen. (sumber: beritasatu.com)
Intinya adalah fokus pada niche market (target pasar yang sangat fokus). Apple tidak mau menjual berbagai jenis produk selain di dunia entertain, namun Apple memaksimalkan 1 jenis produk untuk dikembangkan dan kembali ke nomor 1 yakni INOVASI.
Namun tidak salah jika kita ingin mencoba menjual berbagai jenis produk. Tapi, cari tahu dulu siapa target pasarnya, dan pastikan strategi marketingnya sesuai. Atau Anda ingin mencoba cara Strategi Marketing iPhone? 😉
Seberapa sering Anda meilhat iklan Apple di tv?
Jarang?
Tapi ko yang pakai produk Apple semakin hari semakin banyak ya?
Nah, itulah hebatnya Apple. Dia bisa Strategi Marketing iPhone memposisikan diri sebagai brand yang diidam-idamkan banyak orang.
Semua itu berkat the perfectionist Steve Jobs.
Terkenal dengan sikap kerasnya, namun dia pula yang membuat produk-produk Apple memang memiliki kualitas yang tinggi.
Dengan kualitas terbaik itulah, dia bisa mendapatkan para Apple fans yang sangat-sangat fanatik.
Bahkan dengan channel iklan yang minim (dibanding kompetitor), sebenarnya Apple masih tetap beriklan dengan halus.
Caranya?
Word Of Mouth
Logo Apple ini sangat mahal. Buktinya banyak Apple fans seperti misalnya pengguna iPhone yang memamerkan handphonenya dengan memperlihatkan logo apel gigit itu.
Atau ada juga seorang graphic designer yang beranggapan bahwa "belum jadi graphic designer kalau belum pakai MAC".
Nah, tanpa disadari para Apple fans ini juga berperan untuk menjadi tim marketing Apple, loh. Mereka merekomendasikan kelebihan apa saja yang mereka dapatkan dengan menggunakan produk Apple dibanding dengan merek lain.
Lebih singkatnya marketing gratis, dimana Apple fans dengan bangganya merekomendasikan produk Apple kepada teman atau rekannya. Ditambah ada prestige atau gengsi ketika dirinya menggunakan laptop atau handphone kualitas tinggi yaitu merek Apple.
~ Eh... apakah saat ini saya juga sedang melakukan pemasaran Apple ya? 😀
Itulah community building. Kuncinya, tetap jaga kualitas produk agar pelanggan Anda tidak kabur.
Saya harap sharing materi hari ini bisa bermanfaat dan berguna untuk Anda. Dan silahkan share informasi ini kepada rekan, teman dan sahabat Anda agar manfaatnya bisa dirasakan lebih banyak lagi dengan klik icon media sosial di bawah
Terima kasih ?

jadwal promo bulanan yang realistis itu seperti detak jantung toko: stabil, terukur, dan nyambung dengan kondisi tubuh bisnis. Fun fact yang sering bikin kita tepuk jidat: banyak toko online kelelahan bukan karena kurang ide, tetapi karena promo dijalankan mengikuti mood konten, bukan mengikuti arus uang di pasar. Akhirnya, tim capek, margin terkikis, stok loncat-loncat, dan pelanggan bingung kapan sebenarnya “momen terbaik” belanja. Di sini, kita rapikan bareng biar runut dan gampang diterapkan tim kecil.

Kita bicara UMKM, D2C, penjual di marketplace/IG/TikTok Shop, sampai brand yang baru migrasi ke website sendiri. Kalau Anda sering mengeluh “diskon jalan, tapi kas tetap seret”, atau kalender promo cuma berisi euforia tanggal cantik tanpa perhitungan, berarti Anda tepat menyusun jadwal promo bulanan yang realistis. Pendekatan ini cocok buat tim ramping yang pengin promonya konsisten, nggak drama, dan bisa diukur dampaknya ke cart value serta cashflow.
Intinya sederhana: promo ikut arus uang di pasar, bukan ikut mood. Patokan utamanya adalah periode gajian, tanggal tua, dan momen sektor (misal: Ramadan, back to school, payday sale, seasonal gifting). Lalu, kemampuan internal stok, warehouse, CS, kurir bukan keinginan konten—menjadi batas gerak. Dengan kata lain, kita membuat jalur irama yang konsisten: kapan gas, kapan booster ringan, kapan jeda untuk pemenuhan dan layanan.
Pola satu bulan yang masuk akal biasanya begini: satu kampanye utama di masa gajian, rentang tanggal 25 sampai 5; dua booster ringan di tengah bulan untuk menjaga momentum; serta hari jeda khusus pemenuhan dan CS agar kualitas layanan tetap stabil. Ritme ini menghindarkan kita dari “promo tiap hari” yang melelahkan tim dan membuat pelanggan kebal terhadap diskon.
Promo yang bagus itu terasa nyata di titik keputusan: header bar/announcement di website, banner di produk, caption yang jelas, voucher di marketplace, dan callout di checkout. Di kanal chat, admin menyampaikan versi singkat yang sama, bukan interpretasi masing-masing. Di media sosial, kita sinkronkan visual dan nada suara sehingga pelanggan tidak menemukan “plot twist” saat pindah kanal.
Karena jadwal ini mengikat tiga hal sekaligus: ritme pasar (pelanggan memang sedang punya daya beli), kapasitas internal (stok, gudang, CS tidak kolaps), dan data performa (kita menggerakkan anggaran hanya saat CTR dan conversion rate layak). Hasilnya: kita berhenti “membakar” promosi di hari salah, berhenti memaksa tim di titik paling padat, dan berhenti membuat pelanggan bingung kapan sebenarnya janji diskon ditepati.
Kita turunkan outline Anda jadi playbook operasional—simple, bisa langsung dipakai minggu ini.
Mulai dari prinsip: promo ikut arus uang di pasar, bukan ikut mood kreatif. Tandai periode gajian sebagai tulang punggung. Pastikan kapasitas stok dan kirim jadi pagar, bukan ambisi konten. Kalau stok terbatas, mainkan kuota harian daripada potongan besar tak terkendali. Ingat, jadwal promo bulanan yang realistis mengutamakan uang masuk stabil dan reputasi layanan yang rapi.
Bangun pola: kampanye utama (misalnya Payday 25–5) yang menonjolkan janji nilai paling kuat; booster ringan (contoh, 12–14 dan 18–20) untuk menyalakan kembali minat; jeda (2–3 hari) untuk pemenuhan & CS. Di masa jeda, isi konten edukasi dan testimoni—biar audiens tetap hangat tanpa memukul tim operasional.
Pisahkan anggaran per minggu, lalu skala naik hanya jika CTR dan CVR bergerak sesuai target. Jangan takut melambat: pasang batas rugi; hentikan iklan kalau angka meleset selama 48 jam berturut-turut. Ingat, retensi lebih murah daripada akuisisi: sisihkan porsi untuk pelanggan lama—voucher repeat, bundling loyal, atau early access.
Tulis syarat sejelas gratis ongkir yang sehat: minimum belanja, wilayah, durasi, dan pengecualian. Hindari catatan abu-abu. Kejelasan di depan mencegah “drama chat” di belakang.
Bagikan peran: satu orang pegang kalender & metrik, satu pegang desain & copy, satu pegang CS & update stok. Di hari gas, skrip CS disiapkan; di hari jeda, stok & pengemasan dikejar. Sederhana, tapi efeknya terasa.
Minggu 1 (25–5): Kampanye utama (Payday)—janji nilai inti + bundling favorit, syarat jelas, countdown solid.
dan Minggu 2 (6–12): Jeda & pemenuhan—fokus kirim order, konten testimoni/UGC, FAQ sederhana.
Kemudian Minggu 3 (13–19): Booster ringan #1—voucher kecil, retargeting keranjang, promosi kategori tertentu.
Terakhir Minggu 4 (20–24): Booster ringan #2—bundle hemat atau free gift stok terbatas, warm-up menuju payday berikutnya.
Setiap minggu, cek CTR, CVR, GM/Order, dan Refund Rate. Yang tidak jalan—turunkan, yang jalan—naikkan dengan batas biaya yang disepakati.
Sebelumnya, tim gas setiap kali ada ide. Diskon menumpuk di tengah bulan saat daya beli lagi turun; gudang panik, CS kewalahan, dan kas bolong. Setelah memakai jadwal promo bulanan yang realistis, promosi utama ditempatkan di payday; stok disiapkan 3 hari sebelumnya; CS memakai skrip singkat; hari jeda dipakai untuk pemenuhan dan evaluasi; booster tipis di tengah bulan menjaga momentum tanpa menguras tenaga. Hasilnya? Jam lembur berkurang, komplain menurun, dan GM/order lebih stabil.
Tentukan target CTR (mis. ≥1,5% untuk feed; ≥3% untuk promo terarah) dan CVR (mis. ≥3–5% untuk halaman produk inti). Jika dua indikator ini turun di bawah ambang selama 48 jam, hentikan—jangan gengsi. Lihat juga AOV untuk mengukur apakah bundling/booster mendorong keranjang naik. Untuk retensi, pantau repeat rate dan email/WA opt-in; biaya menjaga pelanggan lama biasanya jauh lebih rendah daripada akuisisi baru.
Semua rencana rapi akan percuma jika pembayaran tersendat. Di titik ini, Moota menjaga nadi bisnis: transfer bank, Virtual Account, QRIS, hingga cash tercatat otomatis, notifikasi real-time menyalakan lampu hijau ke gudang, dan dashboard pemasukan memberi kita pandangan jernih: hari mana paling cuan, jam berapa laju order tinggi, dan produk apa yang jadi penggerak omset. Dengan verifikasi otomatis, tim bisa fokus ke pemenuhan dan layanan—bukan cek mutasi manual.
Pelajari selengkapnya: moota.co
Kalau Anda ingin A/B test penawaran payday vs booster, mengatur announcement bar, atau mengubah urutan checkout tanpa terkunci algoritma platform, coba Traksee. Konsepnya: setup toko online sesimpel marketplace, tetapi domain & data pembeli tetap milik Anda. Ini memudahkan kita menghubungkan jadwal promo bulanan yang realistis dengan eksekusi yang gesit, lalu membaca dampaknya ke cart value dan cashflow.
Gabung waiting-list Traksee:
Jika Anda butuh teman sparing di sisi sistem—mulai dari eCommerce activation, eCourse manager, hingga crowdfunding manager—bisa pertimbangkan kolaborasi dengan software agency yang paham ritme promosi dan arsitektur produk. Kuncinya tetap sama: jadwal jelas, batas jelas, metrik jelas; teknologi hadir untuk membantu tim kecil bekerja rapi, bukan menambah kerumitan.
Pada akhirnya, jadwal promo bulanan yang realistis itu bukan soal berapa besar potongan, tetapi seberapa rapi sinkron ke arus kas, kapasitas tim, dan kesiapan sistem. Saat ritme pasar, operasional, dan teknologi berjalan beriringan, promo berubah dari sumber drama menjadi alat kesehatan bisnis. Mulai dari bulan ini, mari kita pilih ritme yang bisnis kita sanggupi, bukan ritme yang timeline minta; biar penjualan tumbuh tanpa menguap jadi beban.

Gratis ongkir cerdas itu bukan sekadar stiker “FREE” di banner. Otak manusia memang suka yang gratis, tapi “gratis” yang kabur justru menguapkan trust. Saat syaratnya jelas ambang belanja masuk akal, wilayah & batas berat transparan, durasi promo tegas keranjang naik secara natural. Artikel ini memadatkan outline Anda jadi playbook yang rapi: dari cara melihat gratis ongkir sebagai janji, hingga menuliskannya dalam satu kalimat yang mudah dipahami dan diingat.

UMKM, D2C, dan penjual di marketplace/IG/TikTok Shop/website sendiri yang ingin meningkatkan nilai keranjang (cart value) tanpa perang diskon. Kalau Anda lelah menjelaskan ongkir di chat berulang-ulang, sering menghadapi “ilfeel” karena syarat terselip di catatan kecil, atau ingin promo yang terasa adil di mata pelanggan, strategi ini untuk Anda.
Gratis ongkir cerdas adalah janji, bukan trik. Orang menerima syarat kalau terasa adil dan jelas. Yang bikin ilfeel adalah syarat “ngumpet” di catatan kecil. Prinsipnya:
Pasang saat:
Semakin dekat dengan titik keputusan, semakin baik:
Karena rasa adil menurunkan beban mikir. Pelanggan tidak harus menebak: “Wilayah saya masuk nggak? Beratnya aman nggak? Berlaku sampai kapan?” Ketika celah informasi ditutup di awal, keputusan jadi iya atau tidak bukan “nanti aku pikir-pikir”. Di sisi bisnis, syarat yang tepat mendorong penambahan 1–2 item tanpa memaksa, menekan komplain ongkir, dan mengurangi chat berulang.
Titiknya sedikit di atas AOV agar keranjang naik natural. Jika rata-rata pesanan 130K, ambang 150K–160K terasa wajar (bukan memaksa). Hindari angka yang terlalu tinggi hingga membuat pembeli mundur.
Contoh: “Gratis ongkir seluruh Pulau Jawa, maksimal 2 kg.” Untuk luar Jawa, sebutkan skema berbeda (mis. potongan sebagian). Transparansi menghilangkan kejutan di akhir.
Kalimat abu-abu menurunkan trust. Lebih baik jelas: “Barang kaca & cairan belum bisa gratis ongkir” (alasan: risiko pecah/aturan pengiriman). Orang menghargai kejujuran.
Potongan yang terlihat memberi efek psikologis “benar-benar gratis”. Jangan hanya menuliskan “gratis ongkir” di banner; tunjukkan nominal potongannya sebagai baris khusus.
Contoh: “Berlaku sampai 31 Okt pukul 23.59.” Tenggat yang jelas mempercepat keputusan dan mencegah debat setelah promo berakhir.
Tujuannya: semua kanal & admin mengucapkan hal yang sama.
Contoh: “Minimal 150 ribu, seluruh Pulau Jawa maks 2 kg, potongan di checkout, berlaku s.d. 31 Okt 23.59.”
Semua informasi di atas percuma bila verifikasi pembayaran lambat. Pastikan alur “lihat → klik → bayar → kirim” tanpa macet. Di sini Moota bantu:
Ingin menguji ambang 140K vs 160K, atau “Jawa saja” vs “Jawa + Bali”, tanpa terikat aturan platform? Coba Traksee—setup toko online sesimpel marketplace, tapi domain & data pembeli milik Anda. Anda lebih leluasa menyetel announcement bar, garis potongan di checkout, dan durasi promo, lalu membaca dampaknya ke cart value.
Gabung waiting list Traksee:
Sebuah toko home-living menulis syarat bertele-tele di deskripsi panjang; DM selalu penuh tanya “wilayah saya masuk?” Setelah diganti menjadi satu kalimat di bio, slider, dan checkout—“Gratis ongkir Jawa, min. 175K s.d. 2 kg; potongan di checkout; kaca/cairan dikecualikan; berlaku s.d. 30 Nov”—chat berulang turun, keranjang rata-rata naik 1 item, dan komplain “ongkir kok nambah” hilang karena potongannya terlihat.
Ambil data AOV, cek ongkir dominan, tentukan batas berat, dan pilih durasi. Lalu tulis satu kalimat yang ringkas dan jujur. Contoh:
“Minimal 150 ribu, seluruh Pulau Jawa maks 2 kg, potongan di checkout, berlaku s.d. 31 Okt 23.59. Barang kaca/cairan dikecualikan.”
Drop di komentar atau DM; saya kasih feedback cepat biar makin mantap.
Strategi gratis ongkir cerdas mengurangi friksi tanpa menggerus margin buta. Ketika syarat adil, transparan, dan terlihat nyata di checkout, pelanggan merasa diperlakukan dewasa. Hasilnya: trust naik, chat berulang turun, dan nilai keranjang bertambah secara sehat. Rapi di kata-kata, disiplin di sistem, dan lancar di pembayaran—itulah kombo sederhana yang membuat promo “gratis ongkir” benar-benar bekerja.

Bisnis online tumbang bukan hal aneh, bukan karena produknya buruk, tapi karena fokusnya meleset. Kita sibuk merapikan feed, namun lupa memastikan “pintu” pembelian tidak macet. mengajak semua orang, padahal yang dibutuhkan hanya satu segmen yang merasa “ini buat aku.” Kita bangga memamerkan fitur, sementara orang menunggu “hasil” yang akan mereka rasakan. Artikel ini membedah kesalahan umum yang sering muncul di minggu-minggu pertama toko berjalan, lalu menyajikan perbaikan yang cepat, terukur, dan ramah di kepala.

Yang paling sering terpeleset di dalam skenario Bisnis online tumbang adalah tim kecil/UMKM yang baru go-online: penjual IG/TikTok Shop, pemilik satu toko marketplace, atau brand rumahan yang mulai scale. Kenapa? Karena sumber daya terbatas membuat kita mengandalkan insting untuk banyak keputusan—dari harga sampai copy—padahal di tahap awal, jelas > canggih. Kabar baiknya, saat kita memindahkan energi dari “rapikan etalase” ke “rapikan jalur beli,” performa biasanya ikut balik arah.
Berangkat dari outline Anda, ini tiga jebakan paling umum di Bisnis online tumbang beserta contoh yang lebih “mendarat” di realitas:
Biasanya di tiga fase:
Titik kritis ada di caption/produk page, chat pertama, dan checkout.
Karena kita ingin cepat terlihat “keren,” bukan cepat menguji. Maka:
Kita turunkan seluruh poin carousel jadi playbook operasional yang bisa langsung dicoba.
Gunakan formula sederhana: (HPP + operasional per unit) × (1 + margin) × (1 + buffer promo).
Contoh: HPP 70k + operasional 8k = 78k. Margin 40% → 109,2k. Buffer 7% → 117k. Minimal jangan berjualan di bawah angka ini. Begitu data masuk, uji dua varian harga untuk kanal berbeda (dine-in/delivery/marketplace), pilih pemenang berdasar kontribusi margin + repeat, bukan trafik semata.
Buat dokumen mini berisi janji utama, ongkir, promo, SLA kirim, dan kebijakan retur. Tempel di: marketplace, website, highlight IG, dan quick reply WA. Hilangkan “plot twist” yang bikin protes di chat.
Ganti “secepatnya” dengan “order sebelum 12:00 dikirim hari ini; sisanya besok.” Kalimat konkret menutup celah ragu.
Sebelum: Info COD tidak disebut. Pembeli mengira bisa COD. Saat tahu tidak bisa, mereka kecewa dan batal.
Sesudah: Tulis di FAQ & deskripsi, “Produk ini belum COD. Pembayaran via VA/QRIS/transfer. Resi otomatis setelah pickup.”
Hasil: ekspektasi selaras, chat tidak melebar, dan admin tidak kehabisan waktu merapikan salah paham.
Semua perbaikan di atas akan percuma kalau verifikasi pembayaran lambat. Di sinilah Moota membantu:
Kalau Anda ingin A/B test judul, layout checkout, bundling, sampai pre-order di etalase milik sendiri (domain & data pelanggan milik Anda), coba Traksee. Idenya: setup toko sesimpel marketplace, tetapi kontrol penuh tetap di tangan Anda—enak buat iterasi cepat tanpa “terkunci” aturan platform lain.
Gabung waiting-list Traksee:
Kita tidak perlu menunggu sempurna untuk bergerak. Pilih satu segmen, tulis satu janji utama, dan buat satu jalur beli yang bebas hambatan (manfaat → total → opsi bayar → konfirmasi). Setelah itu, uji harian: mana chat yang cepat “deal,” mana yang tersendat. Kirim screenshot set-up Anda, Kita bantu bedah singkat supaya makin tajam.
Awal bisnis sering tersandung bukan di produk, melainkan di cara melihat fokus. Begitu jalur beli jelas, pesan konsisten, harga berbasis angka, trust disiapkan, dan chat mengantar ke pilihan—trafik kecil pun bisa jadi omzet karena jalannya jelas. Ingat: bisnis online tumbang bukan vonis; itu alarm untuk merapikan sistem, memendekkan jalur pikir, dan mempercepat jalur bayar.
